Sabtu, 04 Juni 2011

PT. LOKANANTA

LOKANANTA
Lokananta adalah perusahaan rekaman musik (label) pertama di Indonesia yang didirikan pada tahun 1956 dan berlokasi di Solo, Jawa Tengah. Sejak berdirinya, Lokananta mempunyai dua tugas besar, yaitu produksi dan duplikasi piringan hitam dan kemudian cassette audio. Mulai tahun 1958, piringan hitam mulai dicoba untuk dipasarkan kepada umum melalui RRI dan diberi label Lokananta yang kurang lebih berarti "Gamelan di Kahyangan yang berbunyi tanpa penabuh".
Semenjak tahun 1983 Lokananta juga pernah mempunyai unit produksi penggadaan film dalam format pita magnetik (Betamax dan VHS).
Melihat potensi penjualan piringan hitam maka melalui PP Nomor 215 Tahun 1961 status Lokananta menjadi Perusahaan Negara. Lokananta sekarang menjadi salah satu cabang dari Perum Percetakan Negara RI. Sebagai Perum Percetakan Negara RI cabang Surakarta kegiatannya antara lain :
1. Recording 2. Music Studio 3. Broadcasting 4. Percetakan dan Penerbitan
Lokananta sampai sekarang masih mempunyai koleksi ribuan lagu-lagu daerah dari seluruh Indonesia (Ethnic/World Music/foklor) dan lagu-lagu pop lama termasuk diantaranya lagu-lagu keroncong. Lokananta telah melahirkan beberapa penyanyi ternama di Indonesia.
Koleksinya antara antara lain terdiri musik gamelan Jawa, Bali, Sunda, Sumatera Utara (batak) dan musik daerah lainnya serta lagu lagu folklore ataupun lagu rakyat yang tidak diketahui penciptanya. Rekaman gending karawitan gubahan dalang kesohor Ki Narto Sabdo, dan karawitan Jawa Surakarta dan Yogya merupakan sebagian dari koleksi yang ada di Lokananta. Tersimpan juga master lagu berisi lagu-lagu dari penyanyi legendaris seperti Gesang, Waldjinah, Titiek Puspa, Bing Slamet, dan Sam Saimun. Lokananta mempunyai koleksi lebih dari 5.000 lagu rekaman daerah. Terdapat pula rekaman pidato-pidato kenegaraan Presiden Soekarno. 
Salah Satu karya musik produksi Lokananta adalah merekam lagu Rasasayange bersama dengan lagu daerah lainnya dalam satu piringan hitam. Piringan hitam ini kemudian dibagikan kepada kontingen Asian Games pada tanggal 15 Agustus 1962. Lagu Rasa sayange yang merupakan lagu foklore dari Maluku yang telah menjadi musik rakyat Indonesia.

Sekilas Tentang LOKANANTA 1956-1972
Dalam konteks budaya, lagu-lagu nasional dan daerah merupakan aset daerah dan negara. Pada tahun 1950-an Pemerintah Indonesia mengabadikan lagu-lagu tersebut melalui media rekaman, yaitu piringan hitam. Perusahaan milik pemerintah yang memproduksi rekaman piringan hitam tersebut adalah “Lokananta” di Surakarta.
Sebenarnya Lokananta adalah nama yang lebih akrab pada masa piringan hitam (1950-1970-an). Perusahaan piringan hitam yang juga sebagai label rekaman ini banyak melahirkan musisi-musisi legendaris Indonesia yang terkenal, seperti Zaenal Arifin, Gesang, Bing Slamet, Titiek Puspa, Waldjinah, Sam Saimun, Nina Kirana, Masnun, dan Theresa Zen. Selain itu, banyak tokoh maupun musisi pentatonis yang besar namanya di Lokananta, seperti Tuty Daulay, Lily Suheiry, Titim Fatimah, Upit Sarimanah, R. Ng. Tjokrowasito, Ki Nartosabdho, dan Mang Koko. Berikut adalah sekilas tentang keberadaan Lokananta ketika memproduksi rekaman piringan hitam.
 
Sumber: Perum PNRI Lokananta
Pabrik Piringan Hitam Lokananta
Direktur Jenderal RRI Jakarta R. Maladi beserta Kepala Studio RRI Surakarta R. Oetojo Soemowidjojo, dan Kepala Teknik Produksi RRI Surakarta R. Ngabehi Soegoto Soerjodipoero pada tahun 1950 memiliki rencana untuk memenuhi kebutuhan siaran radio dengan mendirikan pabrik piringan hitam. Ide tersebut muncul terkait dari perbincangan mengenai masalah teknik siaran RRI dalam konferensi RRI, khususnya mengenai kebutuhan setiap studio RRI terhadap kelengkapan piringan hitam.
Empat tahun kemudian pabrik piringan hitam akhirnya dibangun di Surakarta diatas tanah seluas 2,5 ha, dengan peletakan batu pertama pada tanggal 3 Juli. Alasan R. Maladi memilih Surakarta karena ketika itu Surakarta dikenal dengan nama “Surakarta Hadiningrat” sebagai salah satu kota sumber kebudayaan Jawa yang dianggap dapat menunjang “kebudayaan nasional” menurut pemerintah. Terdapat pula pusat kebudayaan Jawa yang masih hidup di Surakarta yaitu Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Istana (Pura) Mangkunegaran (Muhadi ; Suwarto, 2001). Sehubungan itu, tujuan dibangunnya pabrik piringan hitam di Surakarta adalah: membangun diskotik Studio RRI yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan akan kelengkapan piringan hitam, memperkembangkan kebudayaan nasional dalam bidang musik, dan memperkenalkan dan mempopulerkan lagu-lagu dari seluruh Indonesia agar saling mengenal kesenian antardaerah (Selecta, 1961, No.119: 16). Setahun kemudian, dibuat tempat cetakan pertama dan kemudian mencetak piringan hitam pertama. Pada bulan Desember sudah berhasil mencetak piringan hitam yang sempurna sebagai piringan hitam diskotik dengan label “Indra-vox”. Berkaitan itu, R. Maladi bersama yang lainnya sepakat untuk menamakan pabrik tersebut dengan nama “Lokananta”. Nama “Lokananta” dipilih berdasarkan legenda di masyarakat Jawa yang berasal dari kisah pewayangan yang menurut legenda adalah nama seperangkat alat gamelan yang hanya ada di Kahyangan istana para dewa dan disebut Suralaya, gamelan tersebut diciptakan oleh Dewa Bathara Guru, dan gamelan tersebut dapat berbunyi melantunkan nada-nada indah dengan suara merdu, sekalipun tanpa penabuh atau tanpa ditabuh.
Tahun 1956, R. Maladi mengusulkan kepada Presiden Soekarno tentang peresmian pabrik piringan hitam. Usulannya pun diterima olehnya. Kemudian, tanggal 29 Oktober tepatnya jam 10.00 WITA, pabrik piringan hitam di Jalan Jenderal Ahmad Yani nomor 379 Surakarta diresmikan oleh Menteri Penerangan Republik Indonesia Soedibyo dengan nama “Pabrik Piringan Hitam Lokananta, Jawatan Radio Kementerian Penerangan Republik Indonesia”. Ketika itu, R. Oetojo Soemowidjojo dipilih sebagai Direktur Lokananta sedangkan R. Ngabehi Soegoto Soerjodipoero sebagai kepala bagian teknik Lokananta. Pabrik piringan hitam Lokananta berdiri di bawah Departemen Penerangan dengan status “Dinas Transkripsi” sebagai Unit Pelaksana Teknik Jawatan RRI, dengan tugas utama yaitu memproduksi dan menggandakan (duplikasi) piringan hitam yang kemudian disebarkan untuk bahan siaran 27 studio RRI seluruh Indonesia sebagai Transcription Service (non komersial).
Secara garis besar, ada dua jenis kelompok musik yang diproduksi oleh Lokananta yaitu musik nasional dan musik daerah (pentatonis maupun diatonis). Pada sisi lain, musik nasional terus diperdebatkan identitasnya oleh beberapa pihak di bidang musik. Memasuki tahun 1958, Lokananta telah melakukan perubahan nama label dengan istilah “penggantian”, maksudnya piringan hitam yang diproduksi sudah tidak memakai label Indra-vox (label awal yang digunakan RRI) tetapi sudah menggunakan cap dengan nama sendiri, yaitu label “Lokananta” (Yampolsky, 1987: 1). Berhubungan itu, awalnya rekaman piringan hitam hanya diedarkan untuk bahan siaran RRI, kemudian mulai tanggal 14 April 1958 Lokananta mencoba mengedarkannya kepada umum. Lalu, berdasarkan Keputusan Menteri Penerangan RI mulai 1 April 1959 piringan hitam dengan label Lokananta akhirnya benar-benar dijual untuk umum. Pemasaran disalurkan melalui Pusat Koperasi Angkasawan RRI Jakarta didistribusikan ke seluruh Koperasi Angkasawan Studio di Indonesia.
Hingga pertengahan 1961, musik yang dipopulerkan oleh Lokananta antara lain yaitu lagu perjuangan, keroncong, hiburan (umum), seriosa, klasik (instrumen), dan lagu-lagu daerah dari Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Flores.
Rekaman Kenegaraan
Beberapa peristiwa tentang kenegaraan berhasil diabadikan melalui rekaman piringan hitam. Rekaman-rekaman tersebut sempat disimpan di Lokananta, diantaranya: rekaman pidato Presiden Soekarno saat pembukaan KTT Nonblok Pertama pada tahun 1955 di Bandung, rekaman Pidato Presiden Rajendra Pasad (India) pada tanggal 18 Desember 1958 dalam pertemuan di Istana Merdeka, rekaman pidato singkat Presiden Joseph Broz Tito pada tanggal 23 Desember 1958 ketika datang di Pelabuhan Tanjung Priok, rekaman pembicaraan Presiden Soekarno dan Presiden Vietnam Ho Chi Minh pada tanggal 8 Maret 1959 di Bandara Kemayoran sebelum meninggalkan Indonesia, dan rekaman pidato Presiden Soekarno dalam Pembukaan Pertemuan Solidaritas Bangsa Asia-Afrika pada 10 April 1961.
                       Sumber: Perum PNRI Lokananta
PN Lokananta
Menyangkut potensi piringan hitam yang komersil, berdasarkan PP No.215 tahun 1961 status Lokananta berubah menjadi “Perusahaan Negara Lokananta”. Dalam hal lain, pada masa-masa tersebut musik yang diproduksi Lokananta telah diarahkan untuk kepentingan politik Negara.
Sejak tahun 1961 sampai 1971, Lokananta berusaha untuk menambah jenis musik “nasional” yang diproduksinya, diantaranya adalah lagu kanak-kanak, pengajian Al-Qur’an, lagu gereja, melayu (hiburan), gambus, dan pop Indonesia. Selain itu, dalam produksi musik daerah jenis klenengan (Jateng dan Jatim) dan langgam Jawa mendominasi produksi, sedangkan sisanya diisi oleh rekaman musik Sunda dan Bali. Ketika berstatus sebagai PN, Lokananta membangun studio sendiri untuk suatu proses rekaman.

Maraknya industri rekaman dengan kaset membuat Lokananta kesulitan mengembangkan hasil produksinya. Tanggal 12 November 1971, Lokananta memperluas bidang usahanya dengan produksi rekaman kaset. Kemudian, tanggal 13 November 1972 pemerintah mengeluarkan izin resmi produksi dan peredaran kaset Lokananta yaitu Keputusan Menteri Penerangan R.I. No.105/Kep/Menpen/1972. Dengan itu, Lokananta tidak lagi memproduksi piringan hitam yang digantikan dengan produksi rekaman kaset.
Lokananta sejak 1972
            Sejak 1972 banyak rekaman piringan hitam yang kemudian dipindahkan ke bentuk kaset. Pada masa kaset, rekaman terus dilakukan meskipun secara garis besar didominasi oleh produksi musik hiburan daerah Jawa.
Tahun 1983, status Lokananta berubah menjadi BUMN di lingkungan Departemen Penerangan. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.13 tahun 1983 Lokananata mendapat hak penggandaan kaset-kaset video bersama TVRI dan PPFN. Lokananta juga mendapat izin untuk memasarkan kaset video, menjalin kerjasama dengan PT Eka Cipta Disc melayani penggandaan video kaset karaoke dan berupaya memproduksi compact disc. Sehubungan itu selain persaingan antarlabel, Lokananta tetap tak mampu menahan serbuan kaset bajakan di pasaran. Oleh sebab itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2001, PN Lokananta dilikuidasi dan ditetapkan sebagai Penambahan Penyertaan Modal Perum PNRI, maka sejak tahun 2004 Lokananta menjadi Perum PNRI Cabang Surakarta  dengan cakupan tugas sebagai salah satu pusat Multimedia, rekaman CD, remastering, dan pengembangan percetakan serta Jasa Grafika, juga  kegiatan di dunia penyiaran (Broadcasting). Sampai sekarang (2011) pihak Lokananta sedang berupaya untuk mendigitalkan rekaman-rekaman berbentuk piringan hitam dan kaset ke dalam bentuk VCD (mp3). Kini, puluhan ribu master rekaman piringan hitam masih disimpan di Lokananta.

3 komentar:

sobat budiasa mengatakan...

Terima kasih infonya, dengan semakin majunya dunia software dan hardware dalam dunia musik semoga lagu2 yang sudah lama2 , kembali dapat kita nikmati... sukses selalu

((((( Radio Internetne Nak Bali )))))

galuh rhapsody mengatakan...

Ok. sama - sama saya hanya berbagi informasi, mudah - mudahan berguna bagi kita semua.

Anonim mengatakan...

sungguh akan semakin semarak, warna-warninya khasanah musik indonesia jika program pendigitalan piringan hitam lagu-lagu lawas ini bisa terwujud.....hanya dg bantuan doa,semoga program ini bisa cepat terlaksana....