|
Sekilas Tentang LOKANANTA 1956-1972
Dalam
konteks budaya, lagu-lagu nasional dan daerah merupakan aset daerah dan
negara. Pada tahun 1950-an Pemerintah Indonesia mengabadikan lagu-lagu
tersebut melalui media rekaman, yaitu piringan hitam. Perusahaan milik
pemerintah yang memproduksi rekaman piringan hitam tersebut adalah
“Lokananta” di Surakarta.
Sebenarnya
Lokananta adalah nama yang lebih akrab pada masa piringan hitam
(1950-1970-an). Perusahaan piringan hitam yang juga sebagai label
rekaman ini banyak melahirkan musisi-musisi legendaris Indonesia yang
terkenal, seperti Zaenal Arifin, Gesang, Bing Slamet, Titiek Puspa,
Waldjinah, Sam Saimun, Nina Kirana, Masnun, dan Theresa Zen. Selain itu,
banyak tokoh maupun musisi pentatonis yang besar namanya di Lokananta,
seperti Tuty Daulay, Lily Suheiry, Titim Fatimah, Upit Sarimanah, R. Ng.
Tjokrowasito, Ki Nartosabdho, dan Mang Koko. Berikut adalah sekilas tentang keberadaan Lokananta ketika memproduksi rekaman piringan hitam.
Sumber: Perum PNRI Lokananta
Pabrik Piringan Hitam Lokananta
Direktur
Jenderal RRI Jakarta R. Maladi beserta Kepala Studio RRI Surakarta R.
Oetojo Soemowidjojo, dan Kepala Teknik Produksi RRI Surakarta R. Ngabehi
Soegoto Soerjodipoero pada tahun 1950 memiliki rencana untuk memenuhi
kebutuhan siaran radio dengan mendirikan pabrik piringan hitam. Ide
tersebut muncul terkait dari perbincangan mengenai masalah teknik siaran
RRI dalam konferensi RRI, khususnya mengenai kebutuhan setiap studio
RRI terhadap kelengkapan piringan hitam.
Empat
tahun kemudian pabrik piringan hitam akhirnya dibangun di Surakarta
diatas tanah seluas 2,5 ha, dengan peletakan batu pertama pada tanggal 3
Juli. Alasan R. Maladi memilih Surakarta karena ketika itu Surakarta
dikenal dengan nama “Surakarta Hadiningrat” sebagai salah satu kota
sumber kebudayaan Jawa yang dianggap dapat menunjang “kebudayaan
nasional” menurut pemerintah. Terdapat pula pusat kebudayaan Jawa yang
masih hidup di Surakarta yaitu Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
dan Istana (Pura) Mangkunegaran (Muhadi ; Suwarto, 2001). Sehubungan
itu, tujuan dibangunnya pabrik piringan hitam di Surakarta adalah:
membangun diskotik Studio RRI yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan
akan kelengkapan piringan hitam, memperkembangkan kebudayaan nasional
dalam bidang musik, dan memperkenalkan dan mempopulerkan lagu-lagu dari
seluruh Indonesia agar saling mengenal kesenian antardaerah (Selecta,
1961, No.119: 16). Setahun kemudian, dibuat tempat cetakan pertama dan
kemudian mencetak piringan hitam pertama. Pada bulan Desember sudah
berhasil mencetak piringan hitam yang sempurna sebagai piringan hitam
diskotik dengan label “Indra-vox”. Berkaitan itu, R. Maladi bersama yang
lainnya sepakat untuk menamakan pabrik tersebut dengan nama
“Lokananta”. Nama “Lokananta” dipilih berdasarkan legenda di masyarakat
Jawa yang berasal dari kisah pewayangan yang menurut legenda adalah nama
seperangkat alat gamelan yang hanya ada di Kahyangan istana para dewa
dan disebut Suralaya, gamelan tersebut diciptakan oleh Dewa Bathara
Guru, dan gamelan tersebut dapat berbunyi melantunkan nada-nada indah
dengan suara merdu, sekalipun tanpa penabuh atau tanpa ditabuh.
Tahun
1956, R. Maladi mengusulkan kepada Presiden Soekarno tentang peresmian
pabrik piringan hitam. Usulannya pun diterima olehnya. Kemudian, tanggal
29 Oktober tepatnya jam 10.00 WITA, pabrik piringan hitam di Jalan
Jenderal Ahmad Yani nomor 379 Surakarta diresmikan oleh Menteri
Penerangan Republik Indonesia Soedibyo dengan nama “Pabrik Piringan
Hitam Lokananta, Jawatan Radio Kementerian Penerangan Republik
Indonesia”. Ketika itu, R. Oetojo Soemowidjojo dipilih sebagai Direktur
Lokananta sedangkan R. Ngabehi Soegoto Soerjodipoero sebagai kepala
bagian teknik Lokananta. Pabrik piringan hitam Lokananta berdiri di
bawah Departemen Penerangan dengan status “Dinas Transkripsi” sebagai
Unit Pelaksana Teknik Jawatan RRI, dengan tugas utama yaitu memproduksi
dan menggandakan (duplikasi) piringan hitam yang kemudian disebarkan
untuk bahan siaran 27 studio RRI seluruh Indonesia sebagai Transcription Service (non komersial).
Secara
garis besar, ada dua jenis kelompok musik yang diproduksi oleh
Lokananta yaitu musik nasional dan musik daerah (pentatonis maupun
diatonis). Pada sisi lain, musik nasional terus diperdebatkan
identitasnya oleh beberapa pihak di bidang musik. Memasuki tahun 1958,
Lokananta telah melakukan perubahan nama label dengan istilah
“penggantian”, maksudnya piringan hitam yang diproduksi sudah tidak
memakai label Indra-vox (label awal yang digunakan RRI) tetapi sudah
menggunakan cap dengan nama sendiri, yaitu label “Lokananta” (Yampolsky,
1987: 1). Berhubungan itu, awalnya rekaman piringan hitam hanya
diedarkan untuk bahan siaran RRI, kemudian mulai tanggal 14 April 1958
Lokananta mencoba mengedarkannya kepada umum. Lalu, berdasarkan
Keputusan Menteri Penerangan RI mulai 1 April 1959 piringan hitam dengan
label Lokananta akhirnya benar-benar dijual untuk umum. Pemasaran
disalurkan melalui Pusat Koperasi Angkasawan RRI Jakarta didistribusikan
ke seluruh Koperasi Angkasawan Studio di Indonesia.
Hingga
pertengahan 1961, musik yang dipopulerkan oleh Lokananta antara lain
yaitu lagu perjuangan, keroncong, hiburan (umum), seriosa, klasik
(instrumen), dan lagu-lagu daerah dari Sumatera Barat, Sumatera Utara,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Flores.
Rekaman Kenegaraan
Beberapa
peristiwa tentang kenegaraan berhasil diabadikan melalui rekaman
piringan hitam. Rekaman-rekaman tersebut sempat disimpan di Lokananta,
diantaranya: rekaman pidato Presiden Soekarno saat pembukaan KTT Nonblok
Pertama pada tahun 1955 di Bandung, rekaman Pidato Presiden Rajendra
Pasad (India) pada tanggal 18 Desember 1958 dalam pertemuan di Istana
Merdeka, rekaman pidato singkat Presiden Joseph Broz Tito pada tanggal
23 Desember 1958 ketika datang di Pelabuhan Tanjung Priok, rekaman
pembicaraan Presiden Soekarno dan Presiden Vietnam Ho Chi Minh pada
tanggal 8 Maret 1959 di Bandara Kemayoran sebelum meninggalkan
Indonesia, dan rekaman pidato Presiden Soekarno dalam Pembukaan
Pertemuan Solidaritas Bangsa Asia-Afrika pada 10 April 1961.
Sumber: Perum PNRI Lokananta
PN Lokananta
Menyangkut
potensi piringan hitam yang komersil, berdasarkan PP No.215 tahun 1961
status Lokananta berubah menjadi “Perusahaan Negara Lokananta”. Dalam
hal lain, pada masa-masa tersebut musik yang diproduksi Lokananta telah
diarahkan untuk kepentingan politik Negara.
Sejak
tahun 1961 sampai 1971, Lokananta berusaha untuk menambah jenis musik
“nasional” yang diproduksinya, diantaranya adalah lagu kanak-kanak,
pengajian Al-Qur’an, lagu gereja, melayu (hiburan), gambus, dan pop
Indonesia. Selain itu, dalam produksi musik daerah jenis klenengan
(Jateng dan Jatim) dan langgam Jawa mendominasi produksi, sedangkan
sisanya diisi oleh rekaman musik Sunda dan Bali. Ketika berstatus
sebagai PN, Lokananta membangun studio sendiri untuk suatu proses
rekaman.
Maraknya
industri rekaman dengan kaset membuat Lokananta kesulitan mengembangkan
hasil produksinya. Tanggal 12 November 1971, Lokananta memperluas
bidang usahanya dengan produksi rekaman kaset. Kemudian, tanggal 13
November 1972 pemerintah mengeluarkan izin resmi produksi dan peredaran
kaset Lokananta yaitu Keputusan Menteri Penerangan R.I.
No.105/Kep/Menpen/1972. Dengan itu, Lokananta tidak lagi memproduksi
piringan hitam yang digantikan dengan produksi rekaman kaset.
Lokananta sejak 1972
Sejak
1972 banyak rekaman piringan hitam yang kemudian dipindahkan ke bentuk
kaset. Pada masa kaset, rekaman terus dilakukan meskipun secara garis
besar didominasi oleh produksi musik hiburan daerah Jawa.
Tahun
1983, status Lokananta berubah menjadi BUMN di lingkungan Departemen
Penerangan. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.13 tahun 1983
Lokananata mendapat hak penggandaan kaset-kaset video bersama TVRI dan
PPFN. Lokananta juga mendapat izin untuk memasarkan kaset video,
menjalin kerjasama dengan PT Eka Cipta Disc melayani penggandaan video
kaset karaoke dan berupaya memproduksi compact disc. Sehubungan itu
selain persaingan antarlabel, Lokananta tetap tak mampu menahan serbuan
kaset bajakan di pasaran. Oleh sebab itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2001, PN
Lokananta dilikuidasi dan ditetapkan sebagai Penambahan Penyertaan
Modal Perum PNRI, maka sejak tahun 2004 Lokananta menjadi Perum PNRI
Cabang Surakarta dengan cakupan tugas sebagai salah satu pusat Multimedia, rekaman CD, remastering, dan pengembangan percetakan serta Jasa Grafika, juga kegiatan di dunia penyiaran (Broadcasting). Sampai sekarang
(2011) pihak Lokananta sedang berupaya untuk mendigitalkan
rekaman-rekaman berbentuk piringan hitam dan kaset ke dalam bentuk VCD
(mp3). Kini, puluhan ribu master rekaman piringan hitam masih disimpan
di Lokananta.
|
3 komentar:
Terima kasih infonya, dengan semakin majunya dunia software dan hardware dalam dunia musik semoga lagu2 yang sudah lama2 , kembali dapat kita nikmati... sukses selalu
((((( Radio Internetne Nak Bali )))))
Ok. sama - sama saya hanya berbagi informasi, mudah - mudahan berguna bagi kita semua.
sungguh akan semakin semarak, warna-warninya khasanah musik indonesia jika program pendigitalan piringan hitam lagu-lagu lawas ini bisa terwujud.....hanya dg bantuan doa,semoga program ini bisa cepat terlaksana....
Posting Komentar